Rabu, 03 Juni 2015

Jangan Mau Jadi Tong Sampah Obat! Hot Topic Mon, 02 Mar 2009 16:00:00 WIB Penggunaan obat yang sembrono hanya akan merugikan pasien. Ironisnya, pasien sering tidak menyadarinya. Pola pengobatan yang tidak rasional (Irrational Use of Drug atau IRUD) semakin banyak terjadi. Bentuknya bisa berupa polifarmasi - pemberian beberapa obat sekaligus yang tidak perlu - pemberian antibiotik dan steroid yang berlebihan, mengutamakan obat non-generik untuk mengambil keuntungan, juga obat-obatan yang pemakaiannya di luar indikasi resmi (off label use). Contohnya pemberian suplemen, vitamin, antihistamin untuk pilek atau flu, obat pelonggar saluran pernapasan untuk batuk pada infeksi saluran pernapasan atas, dan sebagainya yang belum tentu dibutuhkan. Hal ini disampaikan Dr Purnamawati S. Pudjiarto, SpAk, MMPed, dokter anak dan duta World Alliance for Patient Safety dari WHO (World Health Organization) untuk penggunaan obat rasional, dalam sebuah seminar di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kemang Medical Care, Jakarta, belum lama ini. Ironisnya, pengobatan semacam ini sering tidak disadari dan terjadi hampir setiap hari dalam kehidupan kita. Padahal Dr Marius Widjajarta, SE, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) di Jakarta, mengatakan, pola pengobatan tidak rasional yang dilakukan oknum dokter untuk mengambil keuntungan dari pasien, bisa dikategorikan sebagai kejahatan. Dalam kehidupan sehari-hari Simak pengalaman Medina (29 tahun, bukan nama sebenarnya), dari Cipete, Jakarta Selatan. Setiap kali membawa anaknya berobat, dokter selalu memberinya segepok obat. Kali ini Rifki (3 tahun, anaknya) terserang diare. Selain diberi obat untuk menghentikan mencret, dokter juga meresepkan obat antimual, antikembung, suplemen untuk meningkatkan nafsu makan, imunomodulator untuk meningkatkan kekebalan tubuh, beberapa botol cairan elektrolit, dan probiotik atau bakteri baik," tutur Madina, saat dijumpai di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Karena obat-obatan itu bukan obat generik, maka ia harus menebus 7 jenis obat itu seharga ratusan ribu rupiah. Padahal, obat-obat itu tidak diperlukan. "Penyakit harian seperti diare, batuk, pilek, demam ringan, serta radang tenggorokan umumnya tidak perlu obat," kata Dr Purnamawati. Sebab, kata dokter yang akrab disapa Wati ini, penyebabnya adalah virus dan akan sembuh sendiri dengan istirahat. Kalaupun perlu obat, biasanya tidak lebih dari 2 jenis. Wajar bila pasien yang langganan ke dokter jadi menyimpan berkotak-kotak obat di rumahnya, karena merasa sayang bila obat-obat mahal itu dibuang. Akibatnya, saat ada anggota keluarga lain yang mengalami gejala serupa, obat itu diberikan juga. Hal semacam itu sering dilakoni Mahardiani (27 tahun), dari Semarang. "Yah... biar bermanfaat saja. Daripada pergi ke dokter, nanti juga dapat setumpuk obat dan sisa-sisa lagi, pemborosan," begitu alasannya. Padahal, memberikan obat untuk orang lain sama sekali tidak dibenarkan. Kondisi setiap orang berbeda, sehingga meskipun gejalanya sama, dosis dan penanganan yang diperlukan belum tentu sama. Akibatnya bisa fatal Meresepkan obat yang tidak perlu pun akhirnya menimbulkan lingkaran setan. Selain merugikan pasien secara ekonomi, kesehatan pasien juga dipertaruhkan. Dr Wati menjelaskan, sebagian besar obat tidak larut dalam air sehingga perlu diproses di dalam organ hati sehingga penggunaan obat yang terlalu banyak dan tidak tepat, bisa mengganggu fungsi hati. "Selain itu, ginjal juga akan kesulitan mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh," jelasnya. Celakanya lagi, obat-obat yang beredar di pasaran, banyak yang dosis per-satuan tablet atau kapsulnya terlalu besar. "Keadaan ini berisiko menyebabkan efek samping dan kadang-kadang berakhir dengan kematian," tambah Prof Dr Iwan Darmansjah, MD, ahli farmakologi dan Guru Besar Emeritus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Karena banjir obat Pemberian obat yang tidak tepat memang bukan hal baru. Secara garis besar, hal ini disebabkan oleh dua faktor: Pertama, membanjirnya obat dalam jumlah yang sangat besar. Di Indonesia, jumlah obat yang terdaftar mencapai sekitar 20.000 jenis (dari 200 pabrik farmasi), banyak di antaranya merupakan produk yang sama. Hal ini menyebabkan dokter sulit menentukan obat yang paling baik, ditinjau dari segi harga dan efektivitasnya (cost effective). Keadaan ini diperparah lagi dengan lemahnya pemerintah dalam menegakkan peraturan. "Termasuk, tidak berlakunya strategi mengenai pendaftaran obat yang benar-benar efektif dan aman. Banyak obat yang tidak efektif dibiarkan beredar. Buku Daftar Obat Esensial Nasional yang direvisi setiap 3 tahun dan berisi daftar obat yang paling bermanfaat juga tidak disosialisasikan secara luas. Dari jumlah 50.000 eksemplar buku yang dijanjikan Depkes, hingga saat ini yang dicetak baru sekitar 500 eksemplar. Padahal, buku ini seharusnya menjadi panduan untuk semua dokter di seluruh Indonesia dalam menentukan obat yang efektif dan aman," demikian penjelasan Prof Iwan, Ketua Panitia Obat Esensial Nasional dan mantan Ketua Panitia Evaluasi Obat, Departemen Kesehatan ini dengan kesal. Kedua, pertimbangan dokter dalam menentukan obat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk setiap jenis obat yang diresepkan, dokter dapat menerima komisi dari perusahaan farmasi yang bersangkutan. Menurut Prof Iwan, hal ini menyebabkan peresepan obat menjadi tidak obyektif. "Proses memilih obat tidak lagi berdasarkan integritas intelektual dan hati nurani, melainkan pertimbangan materi semata," katanya. Pasien juga berperan Meskipun demikian, pemberian obat yang tidak perlu juga bisa disebabkan oleh pasien itu sendiri. Raharja (bukan nama sebenarnya), dokter umum yang berpraktik di sebuah rumah sakit pemerintah di Yogyakarta, mengakui banyak pasiennya yang meminta resep antibiotik atau suplemen, padahal tidak memerlukannya. Hal ini dibenarkan Dr Wati, yang menganggap sikap pasien tersebut umumnya disebabkan oleh pemahaman yang salah terhadap informasi seputar obat. "Sayangnya, salah kaprah tersebut seolah diamini oleh tenaga medis. Padahal sudah seharusnya informasi yang benar digencarkan untuk mencerdaskan pasien," sesalnya. Beberapa salah kaprah yang paling sering terjadi antara lain: 1. Pasrah sepenuhnya pada dokter Dalam keadaan sakit dan galau, umumnya pasien pasrah saja pada tindakan dokter. Sebab lainnya, pasien juga menganggap dokter sangat memahami obat-obatan. Kenyataannya? "Dokter juga manusia! Bisa mempunyai banyak kekurangan dan berbuat salah. Apalagi, kemajuan ilmu kedokteran dan obat-obatan terjadi sangat pesat. Misalnya, obat yang di luar negeri sudah tidak diberikan, namun karena dokter tidak selalu up to date dengan informasi, bisa saja tetap meresepkan obat tersebut pada pasien," tandas Dr Wati. 2. Antibiotik adalah obat dewa Antibiotik sangat berperan memerangi penyakit yang disebabkan bakteri. Ironisnya, banyak pasien mendapat (dan meminta!) antibiotik ketika demam, radang tenggorokan, dan diare, yang disebabkan virus. Sebabnya, masih banyak dokter yang berpikir dalam keadaan demikian antibiotik tetap perlu diberikan supaya penyakitnya cepat sembuh, atau untuk berjaga-jaga terhadap infeksi tambahan (yang belum tentu terjadi). Secara tidak langsung, kebiasaan ini membuat pasien ikut tersugesti bahwa antibiotik adalah "obat dewa", sehingga sering menagih dokter bila tidak diresepkan. 3. Suntik supaya lebih cespleng Di negara berkembang, persentase pemberian obat suntik (yang semestinya bisa diberikan secara oral) berkisar antara 20 sampai 76 persen. Padahal selama masih bisa diberikan secara oral, obat suntik tidak diperlukan. Selain menimbulkan rasa sakit dan biayanya lebih mahal, obat suntik meningkatkan risiko efek samping obat dan memungkinkan masuknya bakteria saat proses penyuntikan. 4. Puyer untuk penyakit "langganan" anak-anak Puyer sepertinya sudah identik sebagai obat anak, sehingga banyak orangtua menganggap, untuk penyakit harian seperti batuk, pilek, flu, dan demam pun anak perlu puyer. Pemahaman inilah yang salah. "Komposisi puyer yang menggabungkan beberapa jenis obat sekaligus terlalu berlebihan. Apalagi, untuk penyakit harian yang tidak perlu obat," kata Dr Wati. Pemberian puyer sendiri masih pro-kontra, sehingga memanfaatkannya pun harus ekstra hati-hati (lihat: Pro kontra puyer, bagaimana menyikapinya?). 5. Obat mahal lebih berkualitas Tidak dipungkiri, masih banyak pasien beranggapan bahwa kualitas obat sebanding dengan harganya. Akibatnya, ketika dokter memberi resep obat yang harganya jauh lebih mahal dari obat generik, mereka tidak keberatan. Sebagian di antaranya, bahkan merasa lebih mantap bila diberi obat mahal karena menganggap obat itu adalah obat paten. Padahal, menurut Dr Marius, obat yang disebut obat paten oleh oknum dokter itu sering berupa obat generik yang diberi label. "Misalnya antibiotik generik bernama amoxicillin, bila diproduksi pabrik "Tuti" dengan kandungan yang sama, namanya menjadi "Tuticilin" yang dijual 40 sampai 80 kali lipat lebih mahal dari obat generik," demikian penjelasan Dr Marius, yang menilai bahwa ketidakjujuran oknum dokter dalam meresepkan obat generik berlabel merupakan faktor utama penyebab salah kaprah ini. 6. Berobat = mendapat resep obat Tidak sedikit pasien yang menganggap bahwa konsultasi medis merupakan kunjungan berobat alias upaya meminta obat. Sehingga ada perasaan kecewa, seandainya kunjungan ke dokter hanya berakhir pada diskusi atau anjuran untuk istirahat. Anggapan ini salah besar. Dr Wati mengatakan, konsultasi medis sebenarnya merupakan perundingan antara dokter dan pasien untuk mencari penyebab terjadinya penyakit (diagnosa) dan menentukan cara mengobatinya. "Konsultasi itu tidak harus berujung pada secarik resep, karena terapi yang diperlukan sangat bergantung pada observasi selama konsultasi," tutur Dr Wati. Pengobatan rasional, seperti apa? Oleh sebab itu, pasien harus memahami benar prinsip-prinsip pengobatan yang baik dan benar (rational use of drug). Kriterianya antara lain obat yang diberikan oleh dokter harus sesuai dengan diagnosa penyakit, dikonsumsi secara tepat, dosisnya tepat, jangka waktu pemberiannya tepat, harganya semurah mungkin, dan disertai pemberian informasi yang obyektif. Tujuannya, agar pasien tahu mengapa ia mendapat obat tersebut, apa manfaatnya, dan apa yang harus dilakukan agar obat tersebut berkhasiat secara efektif dan aman. Tujuan itu dapat tercapai, bila dokter mengobservasi pasiennya secara kritis dan maksimal. Melalui pemeriksaan fisik dan tanya-jawab yang detil dan mendalam, dokter bisa menemukan penyebab penyakit untuk menentukan diagnosa. Diagnosa inilah yang sangat menentukan langkah terapi selanjutnya; apakah masih perlu pemeriksaan penunjang (cek laboratorium), perlu diberi obat atau tidak, juga tindakan yang lebih serius. Bila memang tidak diperlukan, dokter tidak boleh meresepkan obat walaupun hanya berupa suplemen atau imunomodulator dengan dalih menguatkan imunitas tubuh. Sementara bila diagnosa menyatakan bahwa pasien memerlukannya, dari ribuan obat yang ada dokter harus menentukan obat mana yang paling efektif, aman, murah, dan mudah diberikan. Selanjutnya, dalam memberi resep, dokter harus memberi penjelasan pada pasien mengenai manfaat, petunjuk mengkonsumsi, kontraindikasi, serta tindakan yang harus dilakukan seandainya terjadi reaksi efek samping. Anda pernah diminta check-up? Bersyukurlah, karena itu menjadi metode dokter dalam menilai terapi sebelumnya dan menyimpulkan hasilnya. Bila penyakit masih hinggap, dokter harus meninjau kembali diagnosa yang ditentukan sebelumnya. Sementara itu, kepatuhan pasien dalam menjalani terapi juga harus dievaluasi. Trik menghadapi dokter Kesannya memang repot. Tapi itulah harga yang harus dibayar demi kesehatan. Sayangnya, sekarang dokter yang mau menjalankan prosedur sedetil ini jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Dengan alasan banyak pasien, waktu konsultasi yang seharusnya menjadi poin utama dalam menentukan diagnosa justru sama sekali tidak tercukupi. Kendala lain, komunikasi pasien dan dokter macet karena dokter bersikap diam, sehingga pasien merasa segan. Lalu bagaimana cara menyiasatinya? Dr Marius mengingatkan, bahwa kedudukan pasien sebenarnya sama seperti konsumen. Sehingga sebelum membayar suatu barang atau jasa, pasien harus bersikap kritis. "Sebagai pasien, Anda tidak harus selalu menerima atau puas dengan apa yang dilakukan dokter. Seperti membeli barang, Anda juga berhak mengetahui banyak hal sebelum membawa pulang obat. Garis besarnya antara lain: 1. Tanyakan diagnosa penyakit dalam istilah kedokteran, supaya Anda bisa mencari tambahan informasi yang akurat. Diagnosa dalam istilah awam sering rancu, sehingga sulit untuk mengetahui terapi apa yang benar-benar diperlukan. 2. Minta penjelasan mengenai apa penyebab penyakit, apa yang harus dilakukan, mengapa harus dilakukan, kapan harus cemas, dan sebagainya. 3. Beritahu dokter bila sedang mengkonsumsi obat lain, menderita suatu penyakit, mengkonsumsi produk herba, suplemen, atau sedang menjalani terapi lain. Semuanya bisa saja berinteraksi dengan obat yang akan diberikan dokter. Jangan pernah malu untuk meminta obat generik. 4. Saat dokter memberi resep, perhatikan tulisannya. Bila sulit dibaca, minta dengan sopan agar dokter menjelaskan obat yang dianjurkan tersebut satu per satu, meliputi apakah Anda memang memerlukan obat tersebut, apa kandungan aktifnya, bagaimana mekanisme kerjanya, indikasi dan kontra indikasi, serta efek samping dan cara mencegahnya. Dan bila perlu, minta dokter untuk menulis kembali. 5. Hitung jumlah obat yang diresepkan dokter, termasuk jumlah yang ada di dalam puyer. Semakin panjang deretan obat yang diresepkan, Anda harus semakin waspada. 6. Bila perlu, konsultasikan lagi isi resep tersebut pada apoteker. Simpan resep setelah ditebus. Memiliki kopi resep sangat bermanfaat bilamana terjadi reaksi alergi atau efek samping obat. Supaya langkah-langkah tersebut bisa berjalan dengan mudah, mungkin trik ala Rina Dewi (34 tahun) berikut ini bisa dicoba. "Sebelum periksa ke dokter, carilah informasi dari Internet, koran, buku, dan majalah mengenai gejala penyakit yang diderita. Catat hal-hal penting di dalamnya, atau bawa majalah itu ke dokter. Di sana, Anda bisa berdiskusi dengan membahas informasi tersebut. Dengan begitu, pembicaraan bisa mengalir lebih lancar. Dokter yang "nakal" juga akan berpikir dua kali jika pasiennya kritis dan punya informasi yang up to date," jelas Rina, yang mengaku selalu puas berdiskusi dengan dokter setelah menerapkan trik ini. Lalu bagaimana kalau langkah ini tidak berhasil? "Saya pernah mencoba usaha itu, tapi dokternya malah marah-marah karena merasa tidak dipercaya," kata Medina. Bertemu dokter semacam ini, Dr Marius menyarankan untuk tak perlu ragu mencari dokter lain yang lebih terbuka. "Perlu diingat sekali lagi, bahwa sebagai pasien Anda berhak mendapatkan layanan yang terbaik. Jadi kalau keterangan mengenai apa yang hendak dibayar tidak memuaskan, ya.. cari yang lainnya saja! Mengacu pada Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 (pasal 4), Anda berhak memilih jasa yang sudah dibayar mahal. Kalau memang bisa mendapatkan yang terbaik, untuk apa mempertaruhkan nyawa hanya karena merasa segan? Obat Rasional, Kuncinya Dokter Untuk mewujudkan layanan kesehatan yang berkualitas, berkarakter, dan rasional, seharusnya pasien, dokter, dan pemerintah mutlak harus berperan aktif. Selama ini, pemerintah sudah mengatur kebijakan obat nasional, namun bukti nyatanya belum tampak. Dr Marius menghimbau pemerintah untuk memantapkan peraturan-peraturan obat dan memberi sangsi yang tegas terhadap segala bentuk pelanggarannya. Beberapa sistem tampaknya sudah mendesak untuk dibenahi. Seperti sistem pembayaran kesehatan dari kantong sendiri - yang memberi peluang terhadap permainan harga obat dan praktik polifarmasi - sebaiknya secara bertahap diubah menjadi sistem asuransi. Dengan demikian, peluang permainan harga menjadi lebih sempit dan oknum dokter yang nakal akan diblacklist oleh perusahaan asuransi. Selain itu, sudah saatnya Depkes dan POM bekerjasama melakukan evaluasi obat, dan daftar obat esensial yang sudah dirumuskan sebaiknya segera disosialisasikan secara merata kepada semua dokter yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. "Yang lebih penting lagi, tetapkan harga obat generik yang bermerek. Atur berapa harga maksimalnya, sehingga sektor swasta tidak lagi bebas menaikkan harga obat hingga puluhan kali lipat. Penetapan harga obat tersebut, akan membuat perusahaan farmasi tidak lagi jor-joran dalam memberi komisi pada oknum dokter. Dengan demikian, penentuan obat yang lebih berpihak pada pertimbangan material bisa ditekan," tutur Dr Marius. Sebenarnya, kunci obat rasional adalah dokter karena merekalah yang berperan memutuskan obat mana dan apa saja yang perlu diberikan pada pasien. Oleh sebab itu, diharapkan dokter terus memperbarui ilmunya dan mengikuti perkembangan isu di bidangnya. " Tak lupa, juga memberi informasi yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan pada pasien," Dr Marius menambahkan. Pro Kontra Puyer, Bagaimana Menyikapinya Saking populernya, sebagian kalangan menganggap puyer sebagai tradisi yang tak terpisahkan dalam dunia kedokteran di Indonesia. Namun belakangan ini, pro-kontra peresepan puyer semakin meruncing. Mengutip Pusat Data dan Informasi Persi, Prof Dr Rianto Setiabudi, farmakolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pemberian resep puyer untuk anak-anak yang hanya mengalami gangguan kesehatan ringan termasuk bentuk pengobatan yang tidak rasional. Mengapa puyer ditentang Ada beberapa sebab utama yang membuat puyer "dituduh" demikian. Dilihat dari pembuatannya, meracik puyer dianggap tidak memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Benar (CPOB). Obat-obat yang diperlukan ditimbang, digerus, dan dicampur dalam mortir. Setelah itu dibagi secara merata ke dalam kertas pembungkus. Cara ini, dinilai Prof Rianto tidak higienis. Saat menggerus, alur dan mortir yang digunakan bisa saja tidak bersih, bahkan bekas meracik resep obat sebelumnya. Jadi bukan hal yang mustahil, puyer tercampur dengan sisa obat yang menempel pada mortir dari resep sebelumnya. Karena tidak ditimbang, komposisi puyer yang dibagikan ke dalam kertas pembungkus juga bisa tidak tercampur rata. Selain itu, puyer biasanya mengkombinasikan beberapa jenis obat sekaligus sehingga interaksi antar obat di dalam puyer pun dipertanyakan. Prof Rianto juga menyoroti obat jadi yang digerus menjadi bubuk, karena dapat merusak stabilitas obat. Contohnya, obat untuk infeksi saluran pernapasan atas, yang dibuat sedemikian rupa agar terlindung dari asam lambung (preparat lepas lambat). Bila digerus menjadi puyer, obat itu akan kehilangan sifat lepas lambatnya sehingga cepat hancur saat terkena asam lambung. Dengan demikian, efek samping dan risiko keracunan obat menjadi meningkat. Berhubung diracik dari beberapa bahan sekaligus, bila terjadi reaksi yang tidak diinginkan, obat yang menyebabkan reaksi juga menjadi sulit dideteksi. Tolak ukurnya pada dosis Sementara yang pro-puyer, beralasan bahwa alasan utama memilih puyer dibandingkan obat jadi, adalah bahan dan dosisnya bisa disesuaikan secara lebih tepat dengan kondisi pasien. "Selama ini," Prof Iwan menjelaskan, "Pabrik menginginkan hanya satu bentuk dosis untuk semua orang di dunia. Namun kebijakan ini tidak bisa diterima secara ilmiah. Setiap ras di dunia mempunyai perbedaan gen dalam memproduksi enzim yang mengatur sifat absorpsi, metabolisme, dan ekskresi obat-obat tertentu di dalam tubuh. Ambil contoh, di negara Barat propranolol (obat hipertensi) diberi dalam dosis beberapa ratus miligram mungkin tidak apa-apa. Namun pada pasien di Indonesia, dosis ini bisa menghentikan denyut jantung." Bila selama ini puyer lebih sering diberikan untuk anak-anak, tentu ada alasannya. Negara-negara produsen obat di Amerika, Eropa, dan Jepang tidak cukup melakukan studi penentuan dosis obat jadi terutama untuk anak-anak, sehingga data mengenai efektivitas, efek samping, dan dosis yang akurat sangat sulit ditemukan. "Celakanya lagi, di Indonesia pencantuman dosis obat jadi, untuk dewasa dan anak-anak, dalam bukubuku panduan pun (seperti MIMS) dilakukan dengan cara menyontek dosis anak di negara produsen obat tadi," Prof Iwan menuturkan. Begitu juga dengan obat-obat yang banyak dipakai sejak tahun 1970-an, seperti parasetamol, efedrin, CTM, dan kodein. Dosis CTM (obat jadi) sebanyak 1 tablet terlalu besar, sehingga bisa membuat pasien tertidur seharian. Padahal untuk mendapatkan efektivitasnya, 1/2 tablet saja sudah cukup. Banyak juga orang yang mengira bahwa berkeringat banyak setelah minum parasetamol (obat penurun panas) adalah wajar. Bahkan, mengira itu tanda obatnya mulai bekerja. "Padahal itu tanda overdosis," tandas Prof Iwan. Itu sebabnya, para dokter yang menyadari fenomena ini merasa perlu membuat racikan puyer yang dosisnya disesuaikan dengan kondisi anak. Misalnya dengan menyesuaikan usia dan berat badannya. "Proses pembuatan puyer mempunyai prosedur wajib SOP (Standart Operating Procedure) yang harus dijalankan oleh tenaga farmasi. Antara lain, obat yang digunakan tidak berasal dari obat yang tidak boleh digerus (misalnya obat dalam bentuk "controlled release" seperti Euphyllin Retard dan Glucotrol XL), dosisnya pas, kombinasi antara satu bahan dengan bahan yang lainnya tidak menimbulkan reaksi negatif, dan diberikan pada pasien sesuai kondisinya," Prof Iwan menjelaskan. Pasien yang menentukan Sama seperti yang terjadi pada perusahaan obat, risiko human error pada proses peracikan puyer selalu ada. Meskipun begitu, Prof Iwan menilai bahwa memusuhi puyer hanya karena alasan itu pun tidak bijaksana, karena dengan pertimbangan menyesuaikan dosis dengan kondisi pasien, puyer tetap diperlukan. Tentu saja, dokter yang meresepkan puyer harus paham benar; berdasarkan diagnosa pasien, apakah pasien memang perlu puyer, bahan apa saja yang perlu diresepkan, apa saja kombinasinya, mana yang boleh digerus menjadi puyer dan yang tidak, berapa dosisnya, apakah sudah tepat sasaran, dan lain sebagainya. Bila syarat-syarat itu terpenuhi, puyer bisa dipertanggungjawabkan keakuratan, higinitas, efektivitas, dan keamanannya. Selama pemerintah belum mengambil sikap, pro-kontra puyer di kalangan medis sendiri mungkin terus berlanjut. Yang penting, sebagai pasien Anda mengetahui alasan mengapa puyer diperdebatkan. Selanjutnya, jadikan alasan-alasan tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk memilih: mau obat jadi atau puyer, dengan melakukan trik-trik menghadapi dokter di atas (lihat artikel) pastikan obat itu benar-benar perlu dan aman!

Jumat, 16 Agustus 2013

kerajaan islam di indonesia dan perkembangannya

Kerajaan Islam Di Indonesia Dan Perkembangannya POSTED BY HAFIZUL HAMDI POSTED ON 21.22 Peta Kerajaan Islam Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa timbulnya kerajaan-kerajaan Islam didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, dan Tiongkok. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Berikut beberapa kerajaan besar Islam di Indonesia. 1. Kerajaan Samudra Pasai Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia, didirikan oleh Malik As-Saleh. Kerajaan ini terletak di Lhok Seumawe Aceh Utara. Wilayahnya sangat strategis karena berada di daerah Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Pada masa pemerintahan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi bandar-bandar pelabuhan besar yang banyak didatangi oleh pedagang dari berbagai daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina. Dalam perkembangannya setelah Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik Al-Taher (1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin. 2. Kerajaan Malaka Pendiri Kerajaan Malaka adalah Paramisora atau Iskandar Syah. Kerajaan ini letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis sebagai jalur perdagangan dan pelayaran. Karena letaknya tersebut, kerajaan ini sering kali menjadi tempat persinggahan para pedagang Islam yang berasal dari berbagai negara. Selain Iskandar Syah, terdapat beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di antaranya sebagai berikut. a. Muhammad Iskandar Syah yang berkuasa pada 1414-1424. b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah yang berkuasa pada 1458-1477. c. Sultan Alaudin Syah yang berkuasa pada 1477-1488. d. Sultan Mahmud Syah yang berkuasa pada 1488-1511. Kerajaan Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Cina, Arab, Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk meningkatkan kegiatan ekonominya. Karena kemajuannya dalam perdagangan, Kerajaan Malaka mampu mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra Pasai. 3. Kerajaan Demak Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah) adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa (daerah yang sekarang perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam). Pada awal abad ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang putri kepada Brawijaya di Kerajaan Majapahit sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapatkan tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya sangat tunduk pada semua kemauan sang putri jelita, yang nantinya membawa banyak pertentangan dalam istana Majapahit. Raja Brawijaya sudah memiliki permasuri yang berasal dari Champa, masih kerabat Raja Champa dan memiliki julukan Ratu Ayu Kencono Wungu. Makamnya saat ini ada di Trowulan, Mojokerto. Sang permaisuri memiliki ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu. Akhirnya, Raja Brawijaya dengan berat hati harus menyingkirkan putri cantik ini dari Majapahit. Dalam keadaan mengandung, putri cantik itu dihibahkan oleh Raja Brawijaya kepada Adipati Palembang, Arya Sedamar. Di sanalah Jim-Bun atau Raden Patah dilahirkan. Dari Arya Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki laki. Dengan kata lain Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tetapi berbeda ayah. Setelah memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama adiknya, dan diantar ibunya berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Raden Patah mendarat di pelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi. Jim-Bun atau Raden Patah sempat tinggal beberapa lama di Ampel Denta di rumah pamannya, kakak-misan ibunya. Sunan Ampel juga bersama para saudagar besar Muslim ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari rekan-rekan utusan Kaisar Cina, Panglima Cheng Ho atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin. Panglima berasal dari Xin-Kiang, pengenal Islam. Saat itu pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya hanya sebagian kecil Jawa Timur. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh menantunya, Pati Unus. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggono. Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah - wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai ahli waris takhta Majapahit. Pada masa itu, arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara, Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar. Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan Nusantara. Pati Unus adalah seorang raja yang memimpikan kembalinya kejayaan Majapahit melalui Demak. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu. Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Kepemimipinan Sunan Prawoto tidak mulus. Sunan Prawoto ditentang oleh adik Sultan Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen terbunuh, dan akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh suruhan Arya Penangsang, putra Pangeran Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang. Arya Penangsang akhirnya dihabisi oleh pasukan Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko tingkir memindahkan istana Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang. 4. Kerajaan Mataram Islam Kerajaan Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan yang meninggal pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya, yaitu Sutawijaya yang lebih dikenal dengan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah. Pada masanya, Kerajaan Mataram terus berkembang dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang seputar Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan. Setelah meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh anak Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan, Raden Mas Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan. Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga berubah menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya gejolak politik di daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan penguasa Belanda yang menginginkan menguasai tanah Jawa. Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut. a. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono. b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono. Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran. 5. Kerajaan Cirebon Kerajaan ini lahir pada abad ke-16. Pada abad tersebut, daerah Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perdagangan di pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga mendorong proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan Gunung Jati membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya kerajaan Islam Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Jawa Barat. 6. Kerajaan Banten Pendiri Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya adalah Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Semula wilayah ini termasuk bagian dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki hubungan dengan kerajaan Demak. Hasanuddin menikah dengan putri Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Dalam perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf pada 1570 menggantikan ayahnya untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580. Setelah itu, dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian Abdul Mufakhir, Abu Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah Abdulfatah yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582). Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan. Sumber Ilmu dan Pengetahuan
Kerajaan Indonesia Bercorak Hindu-Buddha Dan Peninggalannya POSTED BY HAFIZUL HAMDI POSTED ON 13.57 Situs Sriwijaya Kerajaan Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha beserta peninggalannya cukup banyak ditemui di Nusantara ini, berikut beberapa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan peninggalannya : 1. Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai disebut juga Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di daerah Kutai Kalimantan Timur. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Dalam prasasti Yupa disebutkan bahwa Kudunggalah pendiri kerajaan ini sehingga ia disebut wamsakarta. Setelah Kudungga, Kerajaan Kutai dipimpin oleh Aswawarman dan diteruskan oleh Mulawarman. Pada zaman Mulawarman inilah Kerjaan Kutai mengalami puncak kejayaan. Ia termasyhur pernah menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana. Untuk memperingati hal itu, para Brahmana mencatatnya dalam prasasti Yupa. Pada abad ke-16, kerajaan Hindu tertua di Nusantara ini takluk dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Dalam peperangan tersebut, Raja Kutai Martadipura terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. 2. Kerajaan Tarumanegara Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan bercorak Hindu yang terletak di Jawa Barat. Kerajaan ini diperkirakan berkembang antara 400-600 M. Salah seorang rajanya yang terkenalnya bernama Purnawarman. Pengaruh India melalui penggunaan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa dalam kehidupan kerajaan ini sangat kuat, khususnya dalam kehidupan keraton. Terdapat tujuh prasasti yang dapat menjadi sumber informasi kehidupan pada zaman Kerajaan Tarumanegara sebagai berikut. a. Prasasti Ciaruteun di Bogor. b. Prasasti Kebon Kopi di Bogor. c. Prasasti Jambu di Bogor. d. Prasasti Muara Cianten di Bogor. e. Prasasti Tugu di Bekasi. f. Prasasti pasir Awi di Leuwiliang. g. Prasasti Munjul di Banten. Pada masa kekuasaan Raja Purnawarman, kerajaan ini sering mendapat kunjungan dari penjelajah asing. Salah seorang di antaranya adalah Fa Hsien yang datang ke kerajaan ini pada abad ke-5 M. Berita dari Cina pada masa pemerintahan Dinasti Tang dan Sung menyebutkan sebuah kerajaan bernama To-lo-mo, sering mengirimkan utusannya ke Cina untuk menghadap kaisar. Kemungkinan besar kerajaan tersebut adalah Kerajaan Taruma karena berdasarkan ejaan Cina, To-lo-mo berarti Taruma. 3. Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang besar dan makmur karena letaknya yang strategis berada di jalur pelayaran dan perdagangan internasional sehingga semua kapal dagang yang mengadakan pelayaran dari Cina ke India atau sebaliknya singgah di bandar-bandar Sriwijaya. Melalui penguasaan jalur perdagangan dan pelayaran internasional serta peran aktifnya dalam perdagangan internasional, maka Kerajaan Sriwijaya memperoleh kejayaan di kawasan Asia Tenggara Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar abad ke-7 M menempati wilayah Sumatra dan semenanjung Malaysia. Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada abad ke-8 M dan ke-9M, pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa dari Dinasti Syailendra. Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu mengurus perdagangan dan penaklukan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9. Pada masa yang sama, agama Islam memasuki Sumatra termasuk Aceh yang telah disebarkan melalui perhubungan dengan pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara, memeluk agama Islam dan berhijrah ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kesultanan Melaka. Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di pelosok kepulauan Melayu, dan Palembang menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pada tahun 1017, 1025, dan 1068, Sriwijaya telah diserbu Raja Chola dari kerajaan Colamandala (India) yang mengakibatkan hancurnya jalur perdagangan. Pada serangan kedua tahun 1025, Raja Sri Sanggramawidjaja Tungadewa ditawan. Pada masa itu juga, Sriwijaya telah kehilangan monopoli atas lalu lintas perdagangan Tiongkok-India. Akibatnya, kemegahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singosari yang berada di bawah naungan Sriwijaya melepaskan diri. Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berlangsung hingga dua abad sebelum akhirnya melemah dan takluk di bawah Majapahit 4. Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang ada di Jawa Tengah. Kerajaan ini berkembang kira-kira pada abad ke 8 sampai abad ke-11M. Hal ini bersumber dari prasasti Canggal yang berangka tahun 732M. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini merupakan bagian dari bangunan lingga yang merupakan tempat pemujaan umat Hindu. Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya. Raja-raja dari Dinasti Syailendra adalah Bhanu, Wisnu, Indra, Samaratungga, dan Balaputradewa. Raja terakhir Syailendra, Balaputradewa akhirnya melarikan ke Sriwijaya akibat kalah dalam perang melawan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya. Raja-Raja dari Dinasti Sanjaya antara lain Sanjaya, Rakai Panangkaran, Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Kayuwangi, Watuhumalang, Dyah Balitung, Sri Maharaja Daksa, Sri Maharaja Rakai Wawa, dan Empu Sindok. Akibat terjadinya bencana alam, Empu Sindok memindahkan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dan mengganti nama kerajaan menjadi Medang Kamulan (Wangsa Isyana) dengan raja-raja yang pernah memerintah antara lain Empu Sindok, Darmawangsa, dan Airlangga. 5. Kerajaan Singosari Kerajaan Singasari merupakan Kerajaan Hindu yang berdiri pada tahun 1222 M. Raja pertamanya adalah Ken Arok yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Kerajaan ini bermula ketika Raja Airlangga, Raja terakhir dari Kerajaan Medang Kamulan membagi dua kerajaan menjadi Kediri dan Jenggala. Hal ini dilakukan untuk menghindari perang saudara. Tumapel merupakan daerah di bawah wilayah kerajaan Kediri. Penguasa Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung, yang memiliki istri bernama Ken Dedes. Ken Arok seorang rakyat jelata yang kemudian menjadi prajurit Tunggul Ametung, berkeinginan untuk menguasai Tumapel. Ken Arok kemudian membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang dipesan dari Mpu Gandring. Ken Arok kemudian menjadi pengganti Tunggul Ametung dengan dukungan rakyat Tumapel. Ken Dedes pun menjadi istri Ken Arok. Ia dimahkotai dengan gelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi. Kemudian, Ken Dedes melahirkan putranya hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang diberi nama Anusapati. Dari selir bernama Ken Umang, Ken Arok memiliki anak bernama Tohjaya. Ken Arok memanfaatkan situasi politik Kediri yang sedang kacau waktu itu, dan bergabung dengan para pendeta. Raja Kediri Kertajaya akhirnya dapat dikalahkan pada tahun 1222. Sejak itu Kadiri menjadi bagian dari wilayah Singosari. Dalam kitab Pararaton dikisahkan pertempuran berdarah yang terjadi pada keturunan Ken Arok. Anusapati yang kemudian mengetahui bahwa pembunuh ayahnya (Tunggul Ametung) adalah Ken Arok, pada tahun 1227 ia membunuh Ken Arok, dan kemudian menggantikannya menjadi Raja di Kerajaan Singasari. Anusapati memerintah Singasari selama 20 tahun. Tohjaya, putra Ken Arok dari selir bernama Ken Umang kemudian menuntut balas kematian ayahnya. Tohjaya kemudian membunuh Anusapati pada tahun 1248, dan menjadi Raja Singhasari. Selama memerintah, Tohjaya mendapat banyak tentangan karena ia hanyalah anak seorang selir yang tidak berhak menduduki singgasana Singasari. Tohjaya hanya memerintah kurang dari setahun karena tewas dalam sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh Ranggawuni anak Anusapati dan Mahesa Cempaka anak Mahesa Wong Ateleng. Selanjutnya, Singosari dipimpin oleh Wisnuwardhana (Ranggawuni) putra Anusapati. Pada masa kekuasaannya, Ranggawuni bergelar Wisnuwardhana. Perseteruan antar-keluarga dalam Dinasti Rajasa berakhir dengan rekonsiliasi. Wisnuwardhana memerintah bersama sepupunya, Mahesa Cempaka. (Mahesa Cempaka dan Ranggawuni adalah cucu Ken Dedes). Wisnuwardhana memiliki menantu bernama Jayakatwang. Pada tahun 1254, Wisnuwardhana turun takhta dan digantikan oleh putranya, Kertanagara. Wisnuwardhana meninggal pada tahun 1268. Kertanagara adalah raja terakhir Singosari (1268-1292). Pada tahun 1275, Kertanagara mengirim utusan ke Melayu, dan patungnya sebagai Amoghapasha didirikan di Jambi (1286). Pada tahun 1284 Kertanagara mengadakan ekspedisi ke Bali, dan sejak itu Bali menjadi wilayah Kerajaan Singosari. Pada tahun 1289, Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singosari untuk meminta upeti, tetapi ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara. Kekuatan Singosari yang terfokus pada persiapan pasukan untuk mengantisipasi balasan Mongol, membuat lengah pertahanan dalam negeri. Akibatnya, kesempatan ini digunakan oleh Jayakatwang memberontak terhadap Singosari. Jayakatwang adalah menantu Wisnuwardhana, yang kurang suka dengan peralihan kekuasaan Singhasari ke tangan Kertanagara. Kertanagara akhirnya meninggal ketika mempertahankan istananya (1292). Pertempuran ini digambarkan jelas dalam Prasasti Kudadu yang ditemukan di lereng Gunung Butak Mojokerto. 6. Kerajaan Majapahit Informasi tentang kerajaan ini diperoleh melalui beberapa kitab yang di antaranya Pararaton, Kidung, Sundayana, Kakawin Negarakertagama, dan beberapa prasasti. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Didahului oleh Kerajaan Sriwijaya, yang beribukotakan Palembang di Pulau Sumatra. Penguasa Majapahit paling lama adalah Hayam Wuruk yang memerintah dari tahun 1350-1389. Pendiri Majapahit yaitu Kertarajasa yang merupakan anak menantu penguasa Singhasari. Sesudah Singosari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, kekuasaan Singosari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di Cina dan dia mengirim duta yang menuntut upeti. Kertanagara sebagai penguasa Kerajaan Singosari menolak untuk membayar upeti dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di pantai Jawa tahun 1293. Ketika itu seorang pemberontak dari Kediri, Jayakatwang, sudah membunuh Kertanagara. Pendiri Majapahit bersekutu dengan orang Mongolia melawan Jayakatwang. Gajah Mada seorang patih dan bupati Majapahit dari 1331 ke 1364, memperluas kekuasaan kerajaan ke pulau sekitarnya. Beberapa tahun sesudah kematian Gajah Mada, angkatan laut Majapahit menduduki Palembang dan menaklukkan daerah terakhir kerajaan Sriwijaya. Walaupun penguasa Majapahit melebarkan kekuasaan mereka di tanah seberang di seluruh Nusantara dan membinasakan kerajaan-kerajaan tetangga, fokus mereka kelihatannya hanya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan komersial antarpulau. Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama mulai memasuki Nusantara. Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, tenaga Majapahit berangsur-angsur melemah dan perang suksesi yang mulai dari tahun 1401 dan berlangsung selama empat tahun melemahkan Majapahit. Setelah ini, Majapahit ternyata tak dapat menguasai Nusantara lagi. Sebuah kerajaan baru yang berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka mulai muncul dan menghancurkan hegemoni Majapahit di Nusantara. Kehancuran Majapahit diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 1500-an meskipun di Jawa ada sebuah khronogram atau candrasengkala yang berbunyi seperti ini: sirna hilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041 = 1400 Saka => 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi (Majapahit)”. Berikut merupakan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Majapahit: 1) Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1294 – 1309); 2) Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 – 1328); 3) Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 – 1350); 4) Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 – 1389); 5) Wikramawardhana (1389 – 1429); 6) Suhita (1429 – 1447); 7) Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 – 1451); 8) Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 – 1453); 9) Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 – 1466); 10) Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 – 1968); 11) Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 – 1478); 12) Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 – 1498).

Rabu, 17 Juli 2013

Masalah yang sering terjadi pada unit AC (air conditioning) anda penguna ac biasanya instan tekan remote ac nyala, yang diharapkan adalah langsung dingin cepat atau lambat ac juga akan mengalami masalah baik sifatnya yang ringan-ringan saja atau sama sekali unit tidak berfungsi seperti yang diharapkan misalnya tiba-tiba ac anda mati total, jangan panik atau jangan segera panggil teknisi ac, cobalah beberapa kiat dibawah ini; a. cek power suplai yang menghubungi perangkat ac anda dengan listrik apakah strum ada atau tidak ada b. kalau power ada, cek sikring di steker penghubung listrik (stopkontsk ac) putus atau terbakar karena usia pemakaian atau karena ada masalah lain c. cek remote ac anda apakah baterai masih dalam kondisi baik atau tidak selamat mencoba sekiranya sudah dilakukan pengecekan hal tersebut dan kondisinya dalam keadaan baik-baik saja maka anda segera menghubungi teknisi langganan anda yang terpercaya. hal ringan lain misalnya indoor unit anda tiba-tiba menetes air jangan dianggap enteng karena bisa jadi ac anda butuh tekanan freon bukan diisi tetapi ditambah, atau drainnase indoor anda sudah tersumbat oleh lendir, dan biasanya ac yang sudah diatas 2 tahun pemakaian secara terus menerus talang drainnase akan banyak lendirnya, tidak semua merk ac mempunyai talang drain yang sama, rawatlah ac anda secara berkala minimal lakukan pembersihan 3 bulan sekali dengan cara disteam biayanya kisaran rp.30rb-rp.40rb dan yang perlu diperhatikan ketika teknisi ac membersihkan dibagian outdoor unit, awasi dengan seksama, apalagi buat anda yang baru menggunakan alat pendingin biasanya teknisi menawarkan tambah freon yang biayanya kisaran antara rp-75rb-rp.125rb dan seharusnya hal ini tidak akan terjadi apabila anda teliti, tekanan freon memang tidak akan habis sampai dengan 0psi, kalau sampai habis berarti unit ac anda ada bagian yang bocor, mintalah dilakukan pengecekan sambungan (nefel) oleh teknisi anda apakah terjadi kebocoran disana apabila ada mintalah perbaiki dan baru isi freon biayanya kisaran rp.125-rp.150rb, jadi ac bukan alat yang cuma memanjakan hidup anda saja unit ac pun juga ingin dimanjakan oleh anda rawat ac agar ac awet dan tambah longlifenya, semoga bermanfaat apabila anda ingin konsultasi silahkan kirim email ke riyadi.slamet45@yahoo.co.id atau poskan koment anda, anda juga bisa menghubungi di 081574805072.

Jumat, 13 Juli 2012

ac split yng teratur perawatan panjang umur

buat anda yang memiliki ac split rumah tinggal apapun merknya, gunakanlah secara bijak, ac bukanlah sekadar alat pendingin semata ac merupakan kebutuhan hidup dalam kenyamanan, namun apabila ac sudah tidak dapat berfungsi secara maximal anda pasti sangat merasa kesal, ditambah lagi harus bayar ongkos teknisi yang cukup mahal, anda dapat sedikit berhemat untuk kasus yang satu ini, dengan cara merawatnya, memantenacenya dengan cukup membersihkan filter udara yang ada di indoor unit secara berkala setiap satu bulan sekali cuci filter dengan air bersih keringkan lalu pasang kembali, udara indoor unit akan lebih maximal karena filter bersih, setelah empat bulan pemakaian lakukan cuci steam dengan steam khusus ac, hal yang paling penting ketika membersihkan ac adalah tutup rapat kompenen unit atau modulasi dengan plastik agar tidak terkena air, lalu bagian mana yang harus dibersihkan 1. matikan unit cabut power ac 2. indoor unit bagian evaparator (bagian yang seperti radiator) 3. outdoor unit bagian kondensor (bagian yang seperti radiator) 4. perhatikan sewaktu membersihkan air harus mengalir dijalur drainase, apabila tidak lancar maka air akan menetes diindoor unit setelah ac selesai dibersihkan 5. keringkan tutup-tutupnya, pasang kembali 6 nyalakan kembali power ac, ac siap dioperasikan kembali kenapa ac harus rutin dibersihkan? karena selain ac menjadi lebih awet, listrik pun jadi lumayan murah kok bisa... ketika ac kotor maka amperenya menjadi naik, ampere akan mempengarihi bacaan meteran atau kwh meter anda, apabila anda mengunakan kwhmeter jenis paca bayar anda akan bayar lebih mahal 10-25%nya apabila anda menggunakan kwhmeter pulsa anda akan terkejut dengan borosnya pulsa listrik anda, so... rawatlah ac anda... untuk curhat lebih lanjut silakan koment blog ini mudah2an saya dapat membantu anda, jangan lupa emailnya yah...